Gunungsitoli – Media Suarainvestigasi.com –Gelombang protes masyarakat Kepulauan Nias khususnya Kota Gunungsitoli semakin kian memanas menyusul terungkap praktik penyelundupan ratusan ternak babi ilegal dari luar Pulau Nias masuk melalui pelabuhan Laut Gunungsitoli yang sangat terstruktur dan sistematis, Rabu (01/10/2025),
Sejumlah oknum pengusaha dengan berani memasukkan ternak babi tanpa dokumen resmi karantina Sumut melalui Pelabuhan Sibolga tujuan Pelabuhan Laut Gunungsitoli memicu kemarahan warga yang merasa Pemerintah Kota dan Aparat Penegak Hukum melakukan pembiaran yang di sengaja tanpa tindakan.
LIMAKORA (Lingkar Masyarakat Kota Gunungsitoli Raya) dengan lantang menyuarakan bahwa kasus ini bukan sekadar pelanggaran administratif semata. Mereka melihatnya sebagai ancaman nyata terhadap ketahanan pangan dan stabilitas ekonomi masyarakat Pulau Nias.
Mengingat Sumatera Utara telah dinyatakan sebagai zona merah penyebaran virus African Swine Fever (ASF) yang mematikan babi, LIMAKORA khawatir ribuan peternak babi lokal akan kehilangan mata pencaharian dan terjerumus dalam kemiskinan ekonomi.
Putra Tanhar, Korlap (Koordinator Lapangan) dengan nada geram mengungkapkan rasa kekecewaannya terhadap kasus tersebut,
“Surat Wali Kota Gunungsitoli sudah jelas melarang impor babi dari luar daerah sejak 31 Agustus 2025, yang diterbitkan pada tanggal 03 September 2025. Tapi kenyataan, masih ada oknum pelaku usaha yang secara terang-terangan melawan aturan, bahkan mengangkangi instruksi Wali Kota Gunungsitoli,” ungkap Putra.
Anehnya, sampai hari ini tidak ada tindakan langkah hukum yang nyata terkait kasus itu. Apakah Pemerintah Kota dan pihak Polres Nias sengaja membiarkan praktik ilegal ini terjadi tanpa menegak hukum?
Informasi yang dihimpun di lapangan menyebutkan, bahwa para pelaku usaha tidak hanya melanggar aturan, tetapi juga melakukan tindakan intimidasi terhadap petugas Dinas Pertanian dan Karantina yang hendak melakukan pemeriksaan kesehatan ternak ketika sampai di Pelabuhan Gunungsitoli. Bahkan, terdapat laporan bahwa petugas nyaris ditabrak oleh supir truk pengangkut babi ilegal tersebut,” tandas Putra.
Menyikapi situasi yang semakin memanas, Putra Tanhar mendesak Pemko Gunungsitoli untuk segera bertindak tegas dan menunjukkan komitmen nyata dalam melindungi warganya.
“Kalau Pemerintah dan Aparat Penegak Hukum terus berdiam diri, sama saja membuka lebar pintu bagi virus ASF untuk menghancurkan ekonomi peternak lokal di Kepulauan Nias. Kita bicara soal ribuan warga yang menggantungkan hidup pada ternak babi. Jika ASF masuk, habis semua kerugian mencapai miliran rupiah melumpuhkan secara nyata ekonomi masyarakat,” tegas Putra
Balai Karantina Sumut sendiri telah mengonfirmasi bahwa para pelaku usaha babi itu menggunakan modus operandi yang sangat terorganisir licik, yaitu dengan menutup truk menggunakan terpal rapat dan memasukkannya ke kapal pada menit-menit terakhir sebelum keberangkatan dari Pelabuhan Sibolga. Hal ini jelas menunjukkan adanya unsur kesengajaan untuk menghindari pemeriksaan dan mengelabui petugas.
“Jika ini bukan perbuatan melawan hukum, lalu apa namanya? Surat Walikota dilanggar, UU Karantina dilanggar, aparat dipermalukan, tapi pelaku masih bebas berkeliaran. Inilah tragedi penegakan hukum di Nias, hukum hanya tajam ke bawah, tumpul ke atas,” sindir Putra dengan nada sinis.
Di tempat terpisah, salah seorang Penggiat Sosial dan juga Salah Satu Aktivis Senior Bung Notatema Lase kepada wartawan via WhatsApp menuturkan,
“Insiden ini bukan hanya sebuah tragedi, tetapi juga sebuah tamparan keras bagi rasa keadilan kita. Keterlambatan respons dari Sat Reskrim Polres Nias, yang terkesan mengulur-ulur waktu saat kedatangan ke TKP, sangat mengecewakan dan menimbulkan pertanyaan serius. Apakah ini mencerminkan kurangnya sumber daya, kurangnya pelatihan, atau bahkan kurangnya kepedulian? Apapun alasannya, ini tidak dapat diterima,” ucapnya nada kesal.
Lebih lanjut Bung Nota menegaskan, “Kami menuntut investigasi menyeluruh terhadap penanganan awal kasus ini oleh Polres Nias. Harus ada transparansi dan akuntabilitas.
Jika ada indikasi kelalaian atau pelanggaran prosedur, tindakan tegas harus diambil. Lebih dari itu, kami menyerukan reformasi yang lebih luas dalam sistem Kepolisian kita, termasuk peningkatan pelatihan, pengawasan yang lebih ketat, dan mekanisme pelaporan yang lebih efektif. Masyarakat berhak mendapatkan perlindungan dan pelayanan yang cepat, tepat, dan adil dari aparat penegak hukum,” imbuhnya mengakhiri.
Sebagai bentuk protes dan kekecewaan terhadap kinerja Pemerintah dan Aparat Penegak Hukum, LIMAKORA berencana menggelar aksi damai besar-besaran dalam waktu dekat.
Aksi ini bertujuan untuk mendesak Pemko Gunungsitoli dan Polres Nias agar tidak lagi berdiam diri dan segera mengambil tindakan tegas terhadap para pelaku penyelundupan babi ilegal itu.
Mereka menegaskan, jika aparat dan pemerintah terus mengabaikan tuntutan masyarakat, maka masyarakat akan turun langsung mengawal kasus ini hingga tuntas dan membawa para pelaku ke meja hukum,” ancam LIMAKORA.
(yosi)
Discussion about this post