Gunungsitoli – Media Suainvestigasi.com – Awan gelap menyelimuti upaya penegakan hukum di Kepulauan Nias menyusul penundaan mendadak aksi damai Forum Aliansi Rakyat Peduli Kepulauan Nias (FARPKeN) yang seharusnya mengepung Polres Nias dan Pemkot Gunungsitoli pada Selasa, 27 Mei 2025.
Penundaan ini, yang ironisnya bertepatan dengan tanggal aksi yang dibatalkan, memicu badai pertanyaan dan kekhawatiran publik tentang masa depan penanganan limbah medis berbahaya di jantung Kota Gunungsitoli. “Terlebih, muncul dugaan kuat bahwa RSU Bethesda Gunungsitoli berafiliasi dengan Wakil Walikota Gunungsitoli saat ini, dengan istrinya menjabat sebagai Anggota DPRD Kota Gunungsitoli dan anaknya sebagai Wakil Ketua II DPRD Gunungsitoli.
“Dugaan pengelolaan limbah medis ilegal oleh Rumah Sakit Umum (RSU) Bethesda Gunungsitoli, yang puncaknya tertangkap tangan pihak Polres Nias pada 20 Mei 2025 lalu, kini terancam terseret ke dalam pusaran tarik-menarik kepentingan yang semakin kompleks. Di satu sisi, urgensi penegakan hukum demi kesehatan lingkungan dan masyarakat. Di sisi lain, desakan untuk melindungi “Investasi” dan “pelayanan” serta “Pengusaha” yang digembor-gemborkan pihak-pihak tertentu, kini disinyalir kuat dibentengi oleh kekuatan politik.
Kasus ini bermula dari laporan masyarakat yang mencium bau busuk kejahatan lingkungan : pembuangan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) secara sembarangan. Respon cepat Satreskrim Polres Nias pada 20 Mei 2025 sekitar pukul 10.30 Wib, membuahkan hasil. Sebuah mobil Pick’up L300 BB 8508 TA milik RSU Bethesda Gunungsitoli tertangkap basah menurunkan dua boks besar limbah medis padat ke sebuah gudang tak jauh dari jalan umum di Desa Ombolata Simenari, Kecamatan Gunungsitoli Selatan. Empat karyawan, D.F.Z (19), C.L (28), D.L (26), dan F.M.S.L (18), langsung diciduk.
Kapolres Nias AKBP Revi Nurvelani, S.H., S.I.K., M.H, melalui Kasat Reskrim AKP Adlersen Lambas Parto, S.H., M.H, menegaskan bahwa tindakan ini adalah upaya serius menindak pelanggaran pengelolaan limbah B3. “Pengelolaan limbah medis memiliki standar dan regulasi ketat yang harus dipatuhi. Kami akan mendalami dugaan adanya pelanggaran Undang-Undang Lingkungan Hidup dan peraturan terkait limbah B3,” tegas Adlersen kala itu.
Namun, hanya berselang 24 jam setelah penangkapan yang menghebohkan itu, keempat karyawan dilepaskan dan dikembalikan ke pihak manajemen RSU Bethesda. Dalih Kepolisian, proses masih dalam tahap penyelidikan awal, dan akan melibatkan ahli serta klarifikasi manajemen. Publik bertanya-tanya, apakah supremasi penegakan hukum akan benar-benar tuntas, ataukah hanya sebatas formalitas, terutama dengan adanya dugaan kaitan RSU Bethesda Gunungsitoli dengan lingkaran kekuasaan di Pemkot Gunungsitoli?
“Pernyataan Pengacara Trimen Vebriyanto Harefa, S.H., M.H, misalnya, mengemukakan argumen bahwa RSU Bethesda Gunungsitoli adalah investasi yang harus dilindungi, dan proses hukum tidak boleh mengganggu operasional rumah sakit.Senada, beberapa aktivis menyoroti kontribusi RSU Bethesda dalam pelayanan kesehatan, pengusaha dan pemasukan daerah.
Namun, pernyataan-pernyataan ini langsung dipatahkan oleh Helpin Zebua, Sekretaris FARPKeN, dengan lantang menyatakan keberatannya. Dalam sebuah pernyataan eksklusif yang dirilis hari ini, Selasa (27 Mei 2025, Helpin menegaskan, “Jangan sampai tindakan pelanggaran seperti pengelolaan limbah medis yang jelas-jelas adalah limbah B3 ditutupi dengan pelayanan dan investasi serta pengusaha atas kehadiran Rumah Sakit.” kesal Helpin.
Helpin bukan tanpa dasar. Ia mengungkap fakta kelam bahwa dugaan pengelolaan limbah medis RSU Bethesda yang dibuang ke laut sudah dilaporkan sejak tahun 2017 oleh LSM KCBI dan LSM Bohouni. “Dan di tahun 2025, tepatnya tanggal 20 Mei, hal itu terbukti tertangkap tangan oleh Polres Nias,” tegas Helpin, menyiratkan bahwa insiden terbaru ini bukan sekadar kecelakaan, melainkan pola pelanggaran berulang yang mungkin telah berlangsung lama di bawah radar pengawasan.
Bagi FARPKeN, penundaan aksi bukanlah berarti menyerah, melainkan jeda strategis untuk memperkuat desakan. Helpin menekankan, aksi damai sejatinya bertujuan mendesak Polres Nias dan Pemerintah Kota Gunungsitoli agar segera mengambil tindakan dan langkah kepastian hukum terhadap pelanggaran yang dilakukan.
“Fasilitas tidak diganggu, investasi biarkan berjalan, itu bagus untuk masyarakat. Namun apakah dengan sudah menjadi investasi dan menolong masyarakat, tindakan pelanggaran hukum harus dibiarkan?” tanya Helpin retoris, sebuah pertanyaan yang seharusnya menggema di setiap sudut ruang kekuasaan dan di hati nurani setiap warga Nias. Pertanyaan ini menjadi semakin krusial mengingat dugaan bahwa RSU Bethesda memiliki keterkaitan langsung dengan pucuk pimpinan di Pemkot Gunungsitoli.
Limbah medis B3, seperti jarum suntik bekas, perban terkontaminasi, darah, hingga organ tubuh, mengandung mikroorganisme patogen, bahan kimia berbahaya, dan bahkan zat radioaktif. Pembuangan sembarangan ke lingkungan, apalagi ke laut seperti dugaan sebelumnya, adalah bom waktu yang siap meledak. Penyakit menular, pencemaran air tanah dan laut, kerusakan ekosistem, hingga dampak jangka panjang pada kesehatan masyarakat adalah konsekuensi yang tak terhindarkan.
Pertanyaannya kini, apakah aparat penegak hukum dan pemerintah daerah akan tunduk pada tekanan kepentingan ekonomi dan politik yang kuat, ataukah berani menegakkan keadilan demi melindungi rakyat dan lingkungan dari ancaman nyata limbah beracun? Mata publik Nias, dan seluruh Indonesia, kini tertuju pada Gunungsitoli, menanti jawaban atas dilema etika dan hukum yang semakin kompleks ini.
“Skandal limbah medis RSU Bethesda Gunungsitoli bukan hanya tentang sebuah rumah sakit, tetapi tentang komitmen kita bersama terhadap masa depan yang sehat dan berkelanjutan di tengah bayang-bayang pengaruh kekuasaan politik.” akhir kata Helpin Zebua.
(yosi)
Discussion about this post