Gunungsitoli, suarainvestigasi.com – Menerima hadiah Ramon Mangsaysay Tahun 2017 tidak dirancang oleh Abdon Nababan, tetapi jalan panjang yang dirintisnya membuatnya lebih dari pantas untuk mengangkat hadiah yang sering disebut orang Nobel versi Asia itu.
Paparan itu disampaikan Ir. Abdon Nababan melalui Konferensi Pers ngopi bareng bersama puluhan wartawan di Kafe Nonang Jalan Lagundri No.19, Saombo, Kecamatan Gunungsitoli, Kota Gunungsitoli, Sumatera Utara, Jumat (12/01/2023).
Abdon lahir 2 April 1964 dan menghabiskan masa kecil hingga awal remajanya di Pealangge, Humbang, Tano Batak, Sumatera Utara, lalu menemukan jalannya sebagai aktivis Sosial sejak kuliah di IPB Bogor dengan aktif di berbagai Organisasi Kemahasiswaan di dalam dan di luar Kampus.
“Lulus sebagai sarjana, ia memilih bergabung dengan WALHI, organisasi lingkungan terbesar di Indonesia, kemudian mendirikan Yayasan Sejati, Yayasan dan Perkumpulan Telapak, Forest Watch Indonesia, dan menginisiasi Jaring PELA. Semua organisasi ini bekerja sangat dekat dengan masyarakat akar rumput di seluruh Indonesia, mulai isu-isu kehutanan, kelautan, penguatan ekonomi perdesaan, sampai masyarakat adat, ” Dalam rekap jejak perjalan Ir. Abdon Nababan
Dalam rekam jejak selama lebih dari 36 tahun aktif sebagai aktivis masyarakat sipil, Ir. Abdon Nababan telah merintis dan mengembangkan pendekatan, metodologi dan teknik investigasi mendalam untuk mendapatkan bukti lapangan tak terbantahkan atas pelanggaran hukum kehutanan yang dilakukan perusahaan-perusahaan pemegang hak konsesi.
“Dengan kegigihan dan kepemimpinannya menyelenggarakan investigasi lapangan, kampanye hutan dan lingkungan hidup di Indonesia mengalami kemajuan yang pesat. Abdon Nababan diakui secara luas sebagai pelopor dan pengembang kampanye dan advokasi hutan berbasis bukti (evidence based forest campaign and advocacy). Abdon juga secara tekun mendalami dan menggeluti bidang pengembangan dan pengelolaan strategis organisasi serta pengorganisasian masyarakat adat.
Selama menggeluti bidang ini, Ir. Abdon Nababan telah menggalang sinergitas antar sesama aktivis Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) dan beragam elemen gerakan sosial untuk melakukan pembelaan hak-hak masyarakat adat, Petani, Nelayan dan penyelamatan lingkungan.
Dalam rekam jejak yang panjang sebagai aktivis masyarakat sipil, salah satu batu penjuru penting dicapainya saat Ir. Abdon Nababan ikut merintis, sekaligus memimpin dalam beberapa periode Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), yang terus berkembang hingga mencapai 2.512 anggota komunitas adat dengan populasi sekitar 20 juta jiwa.
Sebagai pemimpin organisasi masyarakat adat nasional terbesar di Dunia, Abdon juga mengambil peran dalan kepemimpinan kolektif gerakan masyarakat adat Internasional dan terlibat dalam negosiasi tingkat tinggi dan menjadi juru bicara dalam forum-forum PBB mewakili “major grups” Indigenous Peoples. Ia juga banyak diminta sebagai Narasumber berbagai pertemuan Internasional lainnya di seluruh Dunia.
Abdon pula yang menjadi aktor kunci di balik lahirnya putusan yang fenomenal sekaligus dapat dianggap cukup revolusioner dari Mahkamah Konstitusi melalui Putusan MK No. 35/PUU-X/2012 yang menegaskan “Hutan Adat Bukan Hutan Negara” yang kemudian terlibat merancang berbagai produk Hukum turunannya yang menghasilkan empat jalur tempuh pengakuan masyarakat adat untuk dilaksanakan di Daerah.
Hari ini, Abdon terus berjalan dalam takdirnya berjuang bersama dan untuk masyarakat sipil, dalam segala dinamika dan pasang dan surutnya. Ia misalnya, sejak 10 tahun terakhir tanpa lelah memimpin perjuangan melalui DPR-RI dan Kantor Kepresidenan untuk mendukung dan mendorong agar Indonesia mempunyai UU tentang Masyarakat Adat.
(yosi)
Discussion about this post