Bandung – Suarainvestigasi.com – Tindak kekerasan pada wartawan yang sedang menjalankan tugas jurnalistik masih sering kita lihat, kita baca, atau kita dengar dari berbagai media. Hal ini tentu sangat memprihatinkan kita semua, karena hal itu terjadi akibat masih banyaknya oknum masyarakat ataupun oknum aparat yang belum memahami tugas–tugas peliputan yang sedang dikerjakan oleh seorang atau beberapa wartawan. Nampaknya masih banyak ikhtiar yang harus dilakukan untuk mensosialisasikan dalam rangkaian memberi pemahaman kepada seluruh pihak“, ujar Wartawan Senior Dede Farhan Aulawi di Bandung, Sabtu (29/8).
Dan jangan lupa jika terjadi tindak kekerasan kepada wartawan yang sedang menjalankan tugas peliputan, maka harus ada tindakan tegas dari aparat yang berwenang secara adil dan transparan. Penegakan hukum ini dipandang penting guna mencegah terulangnya kembali tindakan yang sama di kemudian hari,” Sambung Dede.
Selanjutnya Dede juga menjelaskan bahwa wartawan atau jurnalis atau pewarta adalah seseorang yang melakukan kegiatan jurnalistik atau orang yang secara teratur menuliskan berita (berupa laporan) dan tulisannya dikirimkan/dimuat di media massa secara teratur. Jadi pekerjaannya mencari, mengumpulkan, memilih, mengolah berita dan menyajikan secepatnya kepada masyarakat luas melalui media massa, baik media cetak ataupun elektronik. Ruang lingkupnya meliputi reporter, editor, juru kamera berita, juru fhoto berita, redaktur dan editor audio visual. Jika merujuk pada UU No. 40 Tahun 1999 Pasal 1 ayat 4, Wartawan adalah orang yang teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik.
Masyarakat perlu memahami bahwa tujuan dari seorang wartawan itu adalah untuk mendapatkan informasi yang digali untuk mendapatkan fakta atau bukti nyata. Hal ini bisa dilakukan dengan cara mewawancarai sumber yang kredibel dan dapat dipercaya dengan informasi yang akurat. Meski demikian, bisa juga seorang wartawan itu mewancarai orang yang ditemuinya dijalan untuk meminta pendapatnya tentang kondisi atau masalah tertentu. Namun demikian ketika menjalankan tugas jurnalistiknya, seorang wartawan juga harus memegang kode etik jurnalistik. Yang tujuannya adalah supaya wartawan bertanggung jawab dalam menjalankan profesinya yaitu mencari dan menyajikan informasi.
Demikian juga terkait dengan kemerdekaan pers dipandang masih perlu untuk terus disosialisasikan. Dengan merujuk pada pasal 4 Undang Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers dinyatakan bahwa kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara. Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran. Hal ini dimaksudkan untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hal mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi, dan hak tolak sebagai bentuk pertanggung jawaban pemberitaan.
Jaminan terhadap kebebasan pers memiliki kausalitas dengan perlindungan wartawan. Tak ada gunanya ada kemerdekaan pers, tapi wartawan tidak merdeka dalam melakukan pekerjaan dan kegiatan jurnalistik sesuai tuntutan profesinya. Jadi kemerdekaan pers ada dalam rangka agar wartawan dalam menjalankan pekerjaannya untuk memenuhi hak atas informasi (right to information) dan hak untuk tahu (right to know) dari masyarakat yang notabene adalah menjadi kewajiban negara untuk memenuhinya (obligation to fulfil).
Karena itulah, sebagaimana tercantum dalam Pasal UU 40 Tahun 1999, dinyatakan bahwa dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum. Ada yang mengritik bahwa pasal ini tak jelas karena dalam penjelasannya hanya dikatakan bahwa “perlindungan hukum” yang dimaksud adalah jaminan perlindungan pemerintah dan atau masyarakat kepada wartawan dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban, dan peranannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain mendapat perlindungan hukum, wartawan juga memiliki hak tolak dalam rangka untuk melindungi narasumber. Tidak semua profesi memiliki hak semacam ini. Begitupun kalau merujuk pada Pasal 50 KUHP, maka wartawan dan media sebagai pelaksana UU 40 Tahun 1999 tak boleh dipidana. Pasal 50 KUHP secara jelas menyatakan bahwa “Barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undang-undang, tidak dipidana”. Karena itulah wartawan terkait tugas dan profesinya tak bisa disasar UU ITE.
Dengan demikian konsep tentang perlindungan wartawan diberikan kepada wartawan yang bekerja secara profesional. Bukan orang yang kerap mengaku-aku sebagai wartawan tetapi sering menyalahgunakan profesinya untuk melakukan pemerasan, untuk menyudutkan orang yang ujung-ujungnya untuk mendapatkan iklan atau pembuatan berita berdasar kerja sama.
“Profesi wartawan itu profesi yang mulia jika dijalankan secara profesional untuk menyampaikan informasi yang benar“, pungkas Dede. (Dibyo/Red)
Discussion about this post