Gunungsitoli – Media Suarainvestigasi.com –Permasalahan tak kunjung dapat jawaban memuaskan hari ini Selasa (16/12/2025), kembali digelar pertemuan ketiga antara pihak Aktivis dengan Kepala UPT PPD Samsat Gunungsitoli terkait polemik penerapan sistem pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) di Kantor UPTD SAMSAT Gunungsitoli memasuki babak baru.
“Dalam audiensi yang digelar bersama sejumlah LSM dan Aktivis masyarakat sipil, bersama Kepala UPT Samsat Gunungsitoli, Happy Septariana Zega, S.E.,M.Si, secara terbuka mengakui bahwa dirinya tidak dapat menjelaskan secara resmi dasar hukum tertulis yang menjadi landasan sistem pembayaran PKB yang saat ini diterapkan namun tetap berpatokan pada Peraturan Gubernur Sumut yang ada,” katanya.
Pengakuan tersebut disampaikan langsung dalam pertemuan resmi yang digelar di Kantor UPT PPD Samsat Gunungsitoli, menyusul adanya sorotan tajam publik terkait kewajiban pembayaran PKB hingga tahun 2026 dan 2027 bagi wajib pajak yang menunggak dan membayar pada akhir tahun 2025.
Dalam audiensi tersebut, Heppy Zega juga menegaskan bahwa sistem pembayaran di UPT PPD Samsat Gunungsitoli tidak sama dengan aplikasi Signal (Samsat Digital Nasional) yang digunakan masyarakat untuk pembayaran PKB secara daring,” terangnya.
Menurutnya, aplikasi Signal merupakan sistem milik Polri, sedangkan sistem yang digunakan di UPT PPD Samsat Gunungsitoli dibuat dan diprogram oleh Badan Pendapatan Daerah Provinsi Sumatera Utara (Bapendasu) melalui pihak ketiga.
Pernyataan ini sekaligus membantah anggapan bahwa seluruh sistem pembayaran PKB bersifat seragam. Faktanya, berdasarkan bukti transaksi melalui aplikasi Signal, wajib pajak dapat melakukan pembayaran PKB tanpa diwajibkan membayar pajak tahun berikutnya, berbeda dengan mekanisme yang diterapkan di loket Samsat Gunungsitoli.
Heppy Zega menegaskan bahwa UPT PPD Samsat Gunungsitoli hanya berstatus sebagai unit pelaksana tugas, sehingga tidak memiliki kewenangan untuk mengubah, menyesuaikan, maupun memberikan kebijakan diskresi terhadap sistem pembayaran PKB yang berlaku.
“Kami hanya menjalankan sistem yang sudah ada. Sistem itu berasal dari Provinsi Sumut, bukan kami yang membuat,” ungkapnya di hadapan sejumlah LSM dan wartawan.
Namun, sikap tersebut justru memicu kritik dari kalangan aktivis, yang menilai bahwa keterbatasan kewenangan tidak dapat dijadikan alasan untuk menjalankan sistem yang dinilai bermasalah secara hukum dan merugikan masyarakat.
Pimpinan Wilayah LSM Kemilau Cahaya Bangsa Indonesia (PW LSM KCBI) Kepulauan Nias, Helpin Zebua, menilai pengakuan Kepala UPT PPD Samsat Gunungsitoli tersebut memperkuat dugaan terjadinya pelanggaran asas-asas hukum administrasi Negara.
“Dalam Negara Hukum, setiap pungutan harus memiliki dasar hukum tertulis. Jika Kepala UPT PPD Samsat Gunungsitoli sendiri tidak bisa menunjukkan pasal atau peraturan yang mewajibkan pembayaran PKB tahun 2026 dan 2027, maka sistem itu secara administratif cacat,” tegas Helpin.
Ia menambahkan bahwa perbedaan perlakuan antara pembayaran melalui Signal dan pembayaran di loket telah menimbulkan ketidakpastian hukum dan ketidakadilan bagi wajib pajak. “Ini merupakan satu kendaraan, satu objek pajak, tapi dua sistem dan dua perlakuan. Ini melanggar asas kepastian hukum dan non-diskriminasi,” ujarnya.
Dalam audiensi tersebut, Heppy Septariana Zega juga mengungkapkan bahwa dirinya merasa disudutkan oleh pemberitaan sebelumnya, sehingga memilih menggunakan media lain untuk menyampaikan klarifikasi, dengan tujuan meluruskan anggapan bahwa UPT PPD Samsat Gunungsitoli bukan merupakan pihak pembuat sistem.
Namun menurut Helpin Zebua, klarifikasi melalui media tidak menyelesaikan persoalan pokok. “Yang kami tanyakan bukan siapa pembuat sistem, tetapi apa dasar hukumnya. Selama itu tidak dijawab secara utuh, maka persoalan ini belum selesai,” tegasnya.
Atas kondisi tersebut, Helpin Zebua memastikan bahwa elemen masyarakat sipil yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Peduli Pembangunan Nias (AMP Nias) akan segera melakukan aksi damai dalam waktu dekat, sekaligus menyiapkan laporan resmi ke instansi pengawas.
“Kami akan tempuh jalur konstitusional. Aksi damai akan digelar, dan laporan ke Ombudsman serta Pemerintah Provinsi Sumut juga akan kami siapkan. Ini bukan soal menolak pajak, tapi soal kepastian hukum dan keadilan,” pungkasnya.
Hingga berita ini diturunkan, Publik masih menunggu kejelasan dari Bapenda Provinsi Sumatera Utara terkait dasar hukum sistem pembayaran PKB yang memaksa masyarakat wajib pajak membayar pajak hingga tahun yang belum jatuh tempo.
(yosi)












